Pages

Thursday 20 August 2015

Wajibnya berpegang teguh dengan manhaj salaf

ASY-SYAIKH SHALIH BIN FAUZAN BIN ABDILLAH AL-FAUZAN HAFIZHAHULLAAH.

السّؤال ٥٠ :

ما هي السلفية ؟ ، وهل يجب سلوك منهجها والتمسك بها ؟

Pertanyaan :

Apakah salafiyah itu? Dan apakah wajib menempuh dan berpegang teguh dengan manhajnya?

الجواب:

السلفية هي: السير على منهج السلف، من: الصحابة، والتابعين والقرون المفضلة، في العقيدة، والفهم، والسلوك ، ويجب على المسلم سلوك هذا المنهج.

قال- تعالى-《والسابقون اﻷولون من المهاجرين واﻷنصار والذين اتبعوهم بإحسٰن رضي الله عنهم و رضوا عنه

سورة التوبة آية ١٠٠)》

وقال- تعالى-:《والذين جآءو من بعدهم يقولون ربنا اغفرلنا وﻹخوننا الذين سبقونا باﻹيمان وﻻ تجعل في قلوبنا غلّا للذين ءامنوا》

و قال-عليه الصلاة وسلم -《عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجد، وإياكم ومحدثات اﻷمور، فإن كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة》

صحيح بمجموع طرقه، أخرجه أحمد: (٤/١٢٦)، والترمذي : (٢٦٧٦)، والحاكم : (١/٩٦)، والبغوي في”شرح السنة” :(١/١٠٥ رقم ١٠٢) قد سبق في حاشية رقم: (١٠).

Jawaban :

Salafiyah artinya berjalan di atas manhaj salaf, yaitu para shahabat, tabi’in, dan generasi-generasi yang diutamakan, dalam masalah akidah, pemahaman maupun tingkah laku seseorang muslim wajib menempuh manhaj ini.

Allah Ta’ala berfirman:

والسابقون اﻷولون من المهاجرين واﻷنصار والذين اْتّبعوهم بإحسان رضي الله عنهم ورضوا عنه….>>

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk islam diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. (At-Taubah: 100). Dan firman-Nya:

والذين جآءو من بعضهم يقولون ربنا اغفرلنا وﻹخواننا الذين سبقونا باﻹيمان وﻻ تجعل في فلوبنا غلّا للذين أمنوا…..>>

Dan orang-orang yang datang setelah mereka mengatakan, “Wahai Rabb kami ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan keimanan dan jangan engkau jadikan di dalam hati-hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. (Al-Hasyr: 10).

Dan telah bersabda Rasulullah:

عليكم بسنتى وسنة الخلفاء الر اشدين المهديين من بعدى، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجد، وإياكم ومحدثات اﻷمور، فإن كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة>>

Wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khalifah sesudahku yang terbimbing lagi mendapatkan petunjuk, berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi-gigi geraham, dan hati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara yang diada-adakan, karena semua perkara yang diada-adakan adalah bid’ah, dan semua bid’ah itu sesat.

(Hadits Shihih dari beberapa jalan, dikeluarkan oleh al-Imam Ahmad 4/126, al-Imam at-Tirmidzi: 2676, al-Imam al-Hakim 1/96, dan al-Baghawi di dalam Syarhus Sunnah 1105 no. 2)

Sumber: al-Ajwibah al-Mufidah ‘An As-ilah al-Manahij al-Jadidah, soal ke-50; Maktabah Daar as-Salaf

Alih Bahasa: Miqdad al-Ghifary hafizhahullaah.

WhatsApp Riyadhul Jannah

Wednesday 22 July 2015

Menghilangkan kebiasaan suka melamun

Bismillah. Ustadz, saya mau tanya. Bagaimana cara menghilangkan sifat suka melamun, yang terkadang menyebabkan mendapat gangguan jin? Mohon dijawab. Jazakumullahu khairan.

Dijawab oleh al-Ustadz Muhammad Rijal hafidzahulloh:

Melamun banyak sekali sebabnya. Bisa jadi karena kesedihan yang mendalam, rasa takut yang menghantui, atau sebab-sebab lain. Jika memang demikian, tempuhlah upaya menghilangkan atau meringankan faktor-faktor penyebabnya.

Di antara upaya yang bisa Anda tempuh ialah menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat, baik dalam urusan agama maupun dunia, dengan diiringi doa kepada Allah k. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ

“Bersungguh-sungguhlah menempuh segala yang bermanfaat untukmu dan mohonlah pertolongan kepada Allah.”

Sibukkan diri dengan perkara yang bermanfaat dalam urusan agama, seperti menuntut ilmu syariat, menghadiri majelis-majelis ilmu, sering berkumpul dengan orang-orang saleh, bersemangat menunaikan ibadah yang wajib—seperti shalat lima waktu—serta memperbanyak ibadah-ibadah sunnah—seperti shalat-shalat sunnah dan membaca al-Qur’an. Dengan demikian, hati akan menjadi tenang.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ ٢٨ “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (ar-Ra’d: 28)

Sibukkan pula diri Anda dengan perkara yang bermanfaat dalam urusan dunia, misalnya bercocok tanam dan beternak untuk mendapatkan rezeki yang halal, atau kegiatan lainnya yang tidak menyelisihi syariat. Semua itu dilakukan dengan mengharapkan wajah Allah subhanahu wa ta’ala.

Tidak lupa ketika menempuh segala upaya yang bermanfaat di atas, Anda banyak berdoa dan memohon pertolongan kepada Allah dalam setiap langkah.

Berdoalah kepada Allah agar memberikan ketenangan dalam hati, sebagaimana doa yang pernah diajarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam,

اَللهم إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحُزْنِ

“Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kegundah-gulanaan (waswas dengan apa yang belum terjadi) dan dari kesedihan (atas apa yang telah berlalu)…” al-Hadits.

Terkait dengan gangguan jin dan waswas setan, banyaklah berzikir kepada Allah dengan zikir-zikir yang dituntunkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, seperti zikir pagi dan petang, zikir seusai shalat, dan zikir-zikir lain yang dapat Anda pelajari dan Anda tanyakan kepada ahlul ilmi.

Di antara yang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam ajarkan adalah membaca Ayat Kursi di waktu pagi dan petang, sebelum tidur, dan pada zikir seusai shalat wajib.



Sumber artikel : http://qonitah.com/ruang-konsultasi-edisi-09/
& https://shirotholmustaqim.wordpress.com/2015/08/04/menghilangkan-kebiasaan-suka-melamun/#more-4685

Sunday 19 July 2015

Manusia yang Paling Dicintai Oleh Allah

Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah mereka yang paling bermanfaat bagi manusia

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah mereka yang paling bermanfaat bagi manusia..”

“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Azza wa Jalla (diantaranya) :

– Rasa bahagia/senang yang dia masukkan kedalam hati seorang muslim.

– atau menghilangkan darinya kesusahannya.

– atau menunaikan darinya utangnya.

– atau menghilangkan darinya rasa lapar.

“dan aku berjalan (menemani) bersama saudaraku dalam suatu hajat (urusan) aku lebih sukai daripada i’tikaf di masjid ini yakni di Masjid Madinah selama sebulan.

dan barangsiapa yang menahan amarahnya Allah akan menutupi kekurangannya.

dan barangsiapa yang menahan amarahnya walau dia menginginkan untuk melampiaskannya, Allah akan memenuhi permintaannya di hari kiamat.

dan barangsiapa yang berjalan (menemani) saudaranya dalam suatu urusan sampai selesai, Allah akan mengokohkan kakinya, ketika hari dimana kaki-kaki digelincirkan.

dan sesungguhnya Akhlaq yang buruk akan merusak
amalan,
sebagaimana cuka merusak madu.

Silsilah Ahadits As Shahihah Syaikh Al Albani No. 906
Akhukum : أبو بلال المكسري عفا اللـــه عنه و عن والديه
***

الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه وبعد (فهذا حديث عظيم بين فيه النبي صلى الله عليه وسلم ( أحب الناس إلى الله
: عن عبدالله بن عمر رضي الله عنهما ، قال النبي ﷺ
” أحبُّ الناسِ إلى اللهِ ، أنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ “
: ” أحبُّ الأعمالِ إلى اللهِ عزَّ وجلَّ “
” سُرُورٌ يدْخِلُهُ على مسلمٍ “
” أوْ يكْشِفُ عنهُ كُرْبَةً ” ،
” أوْ يقْضِي عنهُ دَيْنًا ” ،
” أوْ تَطْرُدُ عنهُ جُوعًا ” ٠
” ولأنْ أَمْشِي مع أَخٍ لي في حاجَةٍ ، أحبُّ إِلَيَّ من أنْ اعْتَكِفَ في هذا المسجدِ ، يعني مسجدَ المدينةِ شهرًا ” ٠
, ” ومَنْ كَفَّ غضبَهُ ، سترَ اللهُ عَوْرَتَهُ “
” ومَنْ كَظَمَ غَيْظَهُ ، ولَوْ شاءَ أنْ يُمْضِيَهُ أَمْضَاهُ ، مَلأَ اللهُ قلبَهُ رَجَاءً يومَ القيامةِ ” ٠
, ” ومَنْ مَشَى مع أَخِيهِ في حاجَةٍ حتى تتَهَيَّأَ لهُ ، أَثْبَتَ اللهُ قَدَمَهُ يومَ تَزُولُ الأَقْدَامِ “
(( وإِنَّ سُوءَ الخُلُقِ يُفْسِدُ العَمَلَ
كما يُفْسِدُ الخَلُّ العَسَلَ ))
المصدر : السلسلة الصحيحة
للألباني رقم : 906

Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=150228#entry707141
dan http://salafymakassar.net/?p=672

Saturday 18 July 2015

Hukum Memanjangkan Jenggot

Oleh: Asy-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin رحمه الله

***


Pertanyaan :

Fadhilatusy Syaikh,kami mendengar bahwa memanjangkan jenggot itu sunnah. Maka bagaimana bisa orang yang meninggalkannya mendapat dosa, karena diketahui bahwa sunnah ialah sesuatu yang pelakunya mendapat pahala dan yang meninggalkannya tidak dihukum (tidak berdosa)?

Jawaban :

Yang pertama – Baarokallaahu fiik- : As Sunnah itu dimutlakkan kepada perkara yang wajib dan yang mustahab.

Adapun Sunnah yang keadaannya dimutlakkan pada perkara yang mustahab saja (jika dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak isiksa) maka ini adalah istilah atau DEFINISI SUNNAH MENURUT PARA ULAMA FIQIH.

Dan oleh karena itulah maka Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu berkata:

[من السنة إذا تزوج الرجل البكر على الثيب أقام عندها سبعاً، ثم دار]

“Termasuk dari sunnah adalah jika seseorang menikah dengan perawan, padahal dia telah menikah dengan janda, maka hendaknya dia tinggal bersama perawan tersebut selama tujuh hari. Lalu setelah itu baru dia menggilir yang lain.”

Yakni membagi jatah giliran 2 istri, dan sunnah di sini MAKNANYA WAJIB.

Dan Ibnu Abbas Radhiyallaahu ‘anhuma pernah ditanya tentang seorang musafir yang sholat dua rakaat ( karena qashar-pent),lalu jika dia ikut jama’ah di belakang imam dia sholat 4 rakaat. Ibnu Abbas berkata :

[سنة نبيكم]

“INI SUNNAH NABI KALIAN”

atau berkata :

[ تلك هي السنة]

“Itu adalah sunnah.”

Beliau mengatakan sunnah dalam keadaan sholatnya musafir secara sempurna 4 raka’at di belakang imam HUKUMNYA WAJIB.

Maka jika ada ulama yang mengatakan bahwa suatu perkara adalah sunnah – dan biasanya mereka adalah para Ulama Salaf- , maka sunnah di sini maksudnya WAJIB. Yakni memanjangkan jenggot wajib hukumnya.

Adapun siapa saja yang mengatakan itu sunnah,dan ini dari ulama generasi belakangan setelah istilah sunnah ini ditetapkan menurut definisi ahli fiqih,maka maksud sunnah di sini ialah yang meninggalkan tidak berdosa.Yakni memanjangkan jenggot itu sunnah dan jika tidak dipanjangkan tidak berdosa.Hanya saja ini adalah PENDAPAT YANG TIDAK ROJIH DAN LEMAH.

Dan yang betul bahwa urusan jenggot ini sunnah yang BERMAKNA WAJIB, karena Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

«خالفوا المشركين، وفروا اللحى، وحفوا الشوارب»،

“Selisihilah musyrikin,biarkan jenggot kalian dan potonglah kumis.”

Maka memotong jenggot termasuk gaya hidup musyrikin yang wajib dijauhi berdasar sabda Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam :

«من تشبه بقوم فهو منهم».

” Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia adalah bagian dari mereka.”

Silsilah Liqoo`aatil Baabil Maftuh, pada Liqoo’ Al Baabil Maftuuh 57


__________________________________

📮وجوب إعفاء اللحية
❓السؤال:
فضيلة الشيخ، نسمع أن إعفاء اللحية سنّة، فكيف يكون تاركها آثماً، علماً بأن السنة هي: ما أثيب فاعلها ولم يعاقب تركها؟

📬 الجواب:
أولاً: -بارك الله فيك- السنة تطلق على الواجب، والمستحب، وكونها تطلق على المستحب فقط اصطلاح من الفقهاء؛ ولهذا قال أنس بن مالك:

[من السنة إذا تزوج الرجل البكر على الثيب أقام عندها سبعاً، ثم دار]
-أي: قسم بين الزوجتين- والسنة هنا بمعنى الواجب، وسئل ابن عباس عن الرجل يصلي، وهو مسافر ركعتين، فإذا صلى خلف الإمام صلى أربعاً، قال:
[سنة نبيكم أو قال: تلك هي السنة]، مع أن إتمام المسافر خلف من يصلي أربعاً واجب. فإذا كان أحد العلماء عبر أنها سنة، وهو من العلماء السابقين فيعني أنها واجبةـ أي: أن إعفاء اللحية واجب ـ أما من عبَّر بأنها سنة من المتأخرين بعد الاصطلاح الذي اصطلحه الفقهاء، فهو يعني أنها سنة لا يأثم تاركهاـ أي:
❗أن إعفاء اللحية سنة لا يأثم به ـ لكن هذا القول مرجوح، وضعيف، والصواب أنها سنةٌ واجبة؛ لأن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قال:
«خالفوا المشركين، وفروا اللحى، وحفوا الشوارب»،
🔥فيكون حلقها من هدي المشركين، وهدي المشركين واجب الاجتناب؛ لقول النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ: «من تشبه بقوم فهو منهم».
📎المصدر: سلسلة لقاءات الباب المفتوح > لقاء الباب المفتوح [57]
رابط المقطع الصوتي
Alih Bahasa:
Abu Mas’ud Surabaya حفظه الله – [FBF-7]
WA Forum Berbagi Faidah [FBF]

sumber : https://shirotholmustaqim.wordpress.com/2015/02/27/hukum-memanjangkan-jenggot/

Friday 17 July 2015

Cara mengatasi kecanduan video porno dan onani

Internet memiliki dampak negatif yang lebih besar daripada dampak positifnya. Salah satu dampak negatif internet adalah mudahnya mendapatkan konten pornografi. Banyak para pemuda yang kecanduan konten pornografi ini dan akhirnya suka melakukan onani.

Ketahuilah bahwa konten pornografi membuat seseorang ketagihan. Dari efek ketagihan ini membuat seseorang kecanduan sampai bertahun-tahun lamanya. Padahal kecanduan pornografi ini memeliki efek negatif yang membahayakan, diantaranya adalah :

1. Badan lemas, cepat lelah dan malas beraktifitas
2. Daya pikir menurun dan menjadi pelupa
3. Suka berpikiran ngeres
4. Minder dalam pergaulan
5. Mata menjadi rabun dan tidak fokus
6. Ejakulasi dini dan impotensi
7. Dll

Orang yang sudah kecanduan akan sulit menghilangkan kebiasaan ini bahkan mereka tidak mengerti kenapa mereka kecanduan seperti itu. Ketahuilah itu adalah efek ketagihan dari konten pornografi. Sekali ketagihan maka terus ketagihan.

Lalu bagaimanakah menghilangkan efek ketagihan itu?

1. Hal pertama yang harus dilakukan adalah bertaubat kepada Allah dengan taubat nasuha dan menghapus atau membuang semua konten pornografi yang ada, jangan disisakan satupun.

2. Menuntut ilmu agama terutama tentang surga dan neraka.

Banyak kaum muslimin yang sudah tidak tahu tentang surga dan neraka secara rinci. Jika mereka disebutkan tentang surga dan neraka tidak tergambar dibenak mereka seperti apa surga neraka itu.

Karena itu sering-seringlah mendengar kajian tentang hari akhir terutama tentang surga dan neraka. Kajiannya bisa kalian download dibawah ini :

https://shirotholmustaqim.wordpress.com/2013/07/20/indahnya-surga/
https://shirotholmustaqim.wordpress.com/2014/02/05/sifat-penghuni-dan-kengerian-neraka-jahanam/

3. Bersumpah atas nama Allah.

Banyak orang yang bersumpah untuk tidak lagi menonton video porno dan onani akan tetapi mereka terus melanggarnya, kenapa demikian?

Karena mereka tidak mengetahui bahwa sumpah itu ada kaffarah/dendanya sehingga mereka mudah sekali melanggar sumpah.

Sumpah itu dendanya ada 4 (kalian pilih salah satu) :

1. Memberi makan kepada 10 orang miskin
2. Memberi pakaian kepada 10 orang miskin
3. Berpuasa 3 hari berturut-turut
4. Membebaskan seorang budak

Yang no 4 saat ini tidak bisa dipilih

Jika kalian sudah bersumpah untuk tidak menonton video porno atau onani maka kalian harus berpikir berkali-kali untuk melanggarnya. Apakah hanya karena kenikmatan sesaat kalian harus kehilangan uang 100 ribu ( untuk membeli 10 bungkus nasi padang) atau berpuasa 3 hari berturut-turut.

4. Menjaga pandangan mata

Menjaga pandangan kepada selain jenis hukumnya wajib bagi setiap muslim baik yang laki-laki maupun perempuan. Allah Ta’ala berfirman :

"Katakanlah (wahai Nabi) kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka…." (An-Nur: 30-31)

Sungguh sangat disayangkan mayoritas kaum muslimin tidak mengetahui kewajiban menjaga pandangan ini. Mereka dengan mudahnya mengumbar pandangan mereka sehingga terjadi berbagai fitnah pada diri mereka. Dan salah satunya adalah menonton video porno atau melihat gambar-gambar porno. Padahal melihat gambar wanita saja sudah dilarang.

5. Belajar menentukan hidup sendiri apapun resikonya

Menentukan hidup sendiri mungkin kedengarannya mudah tapi pada prakteknya sulit. Apalagi jika hati sudah dikuasai hawa nafsu dan syaithan. Apa yang diperintahkan hawa nafsu dan syaithan itulah yang dikerjakan.

Ketika keduanya mengajak untuk bermaksiat kita sulit untuk menentukan menolak dengan tegas ajakannya. Maka dari itu mulailah belajar menentukan hidup sendiri.

Dengarkan tausiyah ini agar lebih paham

Jangan Diperbudak Dunia

Hidup hanya sekali akan tetapi hawa nafsu dan syaithan yang menentukan dan mengatur hidup kita… duh menyedihkan sekali.

6. Banyak berdoa kepada Allah

Itulah beberapa solusi untuk mengatasi kecanduan video porno dan onani. Segera berhentilah kalian dari kecanduan ini karena walaupun sudah menikah kalian belum tentu bisa menghilangkan kecanduan ini. Ditambah lagi dengan efek negatif dari kecanduan ini yaitu ejakulasi dini dan impotensi. Jangan sampai ketika kalian menikah baru menyesal dengan efek negatif ini. Sudah banyak korbannya jangan sampai anda menjadi korban berikutnya.

Wallahu ‘alam




sumber : https://shirotholmustaqim.wordpress.com/2014/12/30/cara-mengatasi-kecanduan-video-porno-dan-onani/

Saturday 11 July 2015

Tiga Jenis Teman

1. Teman yang hanya memanfaatkanmu

Dia mau berteman denganmu selama dia bisa mendapat manfaat dari hartamu dan, kedudukanmu atau selain itu.

Apabila telah terputus manfaat darimu, ia akan jadi musuhmu, tidak lagi mengenalmu dan engkau juga tidak mengenalnya.

Betapa banyaknya jenis teman seperti ini.

Dan betapa banyaknya orang-orang yang mencela (pembagian) sedekah.

{ومنهم من يلزمك في الصدقات فان اعطوا منها رضوا وان لم يعطوا منها اذا هم يسخطون}

“Dan diantara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat, jika mereka di beri sebagian darinya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak di beri sebagian darinya, dengan serta merta mereka marah} Qs:At Taubah:58

Teman dekatmu yang menurutmu dia adalah orang yang paling mulia di sisimu dan engkau adalah orang yang paling mulia di sisinya, suatu hari ia betkata kepadamu:
“Berikan kitabmu aku akan membacanya,”

Maka engkau katakan kepadanya:
“Demi Alloh besok saya membutuhkan kitab ini”

(karena tidak di pinjami kitab) maka ia pun bersikap congkak kepadamu dan memusuhimu.

Seperti inikah yang namanya teman?

2. Teman yang sekedar mencari kesenangan denganmu saja.

Yaitu teman yang merasa senang denganmu dalam obrolan, senda gurau dan hiburan. akan tetapi dia :

Tidak bermanfaat bagimu dan engkau tidak bisa mngambil manfaat darinya

Masing masing dari kalian tidak memberi manfaat kepada yang lainnya, kecuali hanya menyia nyiakan waktu saja.

Teman seperti ini juga engkau harus berhati-hati darinya karena akan menyia-nyiakan waktumu.

3. Teman yang memiliki keutamaan

Teman yang membawamu kepada sesuatu (kebaikan) yang akan menghiasi dirimu yang mencegahmu dari apa yang mendatangkn keburukan.

Yang membuka bagimu pintu2 kebaikan dan menunjukanmu kepadanya

Bila engkau tergelincir, ia pun melarangmu dengan cara yang tidak menjatuhkan kehormatanmu

Inilah teman pemilik keutamaan
Lihat : Syarh Hilyah tholibil ‘ilmi:102
Penulis : Akhukum Abul Fida As Silasafy Poso.

Peringatan sangat penting

Lailatul Qadar bisa jadi datang pada malam-malam genap yang mana itu adalah malam ganjil jika dilihat dari malam yang tersisa. Oleh karena itu, seharusnya engkau menghidupkan sepuluh malam seluruhnya dengan sempurna agar engkau dapat meraihnya seizin Allah ta’ala.

Dahulu, Syaikhul Islam -semoga Allah meridhainya- pernah ditanya tentang Lailatul Qadar, saat beliau sedang ditahan di sebuah penjara di atas bukit pada tahun 706H, maka beliau menjawab:

“Alhamdulillaah, Lailatul Qadar terletak diantara 10 malam terakhir dari bulan Ramadhan . Demikianlah yang shahih dari Nabi shallallaahu alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: “Ia terletak pada 10 terakhir dari Ramadhan”.

Lailatul Qadar datang pada malam ganjilnya. Hanya saja, hitungan ganjilnya malam tersebut bisa jadi diambil berdasar;
-(malam-malam) yang sudah lewat, sehingga kau cari ia di malam 21, 23, 25, 27 dan 29. -Atau, bisa juga dilihat berdasarkan (malam-malam) yang tersisa, sebagaimana sabda Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam: “Pada malam kesembilan yang tersisa, pada malam ketujuh yang tersisa, pada malam kelima yang tersisa, pada malam ketiga yang tersisa”.

Berdasarkan hal ini;

–> seandainya bulan itu sejumlah 30 hari, berarti Lailatul Qadar ada diantara malam-malam genapnya:

Malam 22 adalah malam ke-9 dari yang tersisa.
Malam 24 adalah malam ke-7 dari yang tersisa.

Dan demikian seterusnya.

Hal ini sebagaimana yang ditafsirkan oleh sahabat Abu Sa’id Al-Khudri dalam hadits yang shahih.
Demikianlah pula (amalan) yang ditegakkan oleh Nabi shallallaahu alaihi wa sallam di bulan Ramadhan.

–> Adapun seandainya bulan tersebut sejumlah 29 hari, maka penanggalan berdasar hari yang tersisa adalah sama dengan penanggalan berdasar hari yang telah lewat (sama dalam hal ganjil maupun genapnya, pent.).

Jika demikian ini keadaannya, maka yang semestinya bagi seorang mukmin ialah mencari-carinya pada sepuluh hari terakhir seluruhnya, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi shallallaahu alaihi wa sallam:

“Carilah dia (lailatul qadar) pada sepuluh malam terakhir”….

Wallaahu ta’ala a’lam”.
Jilid ke-25, Kitabush Shiyaam,

Alih bahasa: Ustadz Muhammad Higa Sewon Bantul

Friday 10 July 2015

Kisah Najmuddin Ayyub Mencari Jodoh

Semoga Allah mengkaruniakan kami dan anda sekalian dengan semisal isteri yang shalehah ini yang akan menggandeng tangan anda menuju ke dalam jannah

Najmuddin Ayyub (amir Tikrit) belum juga menikah dalam tempo yang lama. Maka bertanyalah sang saudara Asaduddin Syirkuh kepadanya: “Wahai saudaraku, kenapa engkau belum juga menikah?”

Najmuddin menjawab: “Aku belum menemukan seorang pun yang cocok untukku.”

“Maukah aku pinangkan seorang wanita untukmu?” tawar Asaduddin.

“Siapa?” Tandasnya.

“Puteri Malik Syah, anak Sulthan Muhammad bin Malik Syah Suthan Bani Saljuk atau puteri menteri Malik,” jawab asaduddin.

“Mereka semua tidak cocok untukku” tegas Najmuddin kepadanya.

Ia pun terheran, lalu kembali bertanya kepadanya: “Lantas siapa yang cocok untukmu?”

Najmuddin menjawab: “Aku menginginkan wanita shalehah yang akan menggandeng tanganku menuju jannah dan akan melahirkan seorang anak yang ia didik dengan baik hingga menjadi seorang pemuda dan ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.”

Ini merupakan mimpinya.
Asaduddin pun tak merasa heran dengan ucapan saudaranya tersebut. Ia bertanya kepadanya: “Terus dari mana engkau akan mendapatkan wanita seperti ini?”

“Barang siapa yang mengikhlaskan niatnya hanya kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepadanya,” jawab Najmuddin.

Suatu hari, Najmuddin duduk bersama salah seorang syaikh di masjid di kota Tikrit berbincang-bincang. Lalu datanglah seorang pemudi memanggil syaikh tersebut dari balik tabir sehingga ia memohon izin dari Najmuddin guna berbicara dengan sang pemudi. Najmuddin mendengar pembicaraan sang syaikh dengan si pemudi. Syaikh itu berkata kepada si pemudi: “Mengapa engkau menolak pemuda yang aku utus ke rumahmu untuk meminangmu?”

Pemudi itu menjawab: “Wahai syaikh, ia adalah sebaik-baik pemuda yang memiliki ketampanan dan kedudukan, akan tetapi ia tidak cocok untukku.”

“Lalu apa yang kamu inginkan?” Tanya syaikh.

Ia menjawab: “Tuanku asy-syaikh, aku menginginkan seorang pemuda yang akan menggandeng tanganku menuju jannah dan aku akan melahirkan seorang anak darinya yang akan menjadi seorang ksatria yang bakal mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.”

Allahu Akbar, satu ucapan yang persis dilontarkan oleh Najmuddin kepada saudaranya Asaduddin.
Ia menolak puteri Sulthan dan puteri menteri bersamaan dengan kedudukan dan kecantikan yang mereka miliki.
Demikian juga dengan sang pemudi, ia menolak pemuda yang memiliki kedudukan, ketampanan, dan harta.
Semua ini dilakukan demi apa? Keduanya mengidamkan sosok yang dapat menggandeng tangannya menuju jannah dan melahirkan seorang ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.

Bangkitlah Najmuddin seraya memanggil syaikh tersebut, “wahai Syaikh aku ingin menikahi pemudi ini.”

“Tapi ia seorang wanita fakir dari kampung,” jawab asy-syaikh.

“Wanita ini yang saya idamkan.” tegas Najmuddin.

Maka menikahlah Najmuddin Ayyub dengan sang pemudi. Dan dengan perbuatan, barang siapa yang mengikhlaskan niat, pasti Allah akan berikan rezeki atas niatnya tersebut. Maka Allah mengaruniakan seorang putera kepada Najmuddin yang akan menjadi sosok ksatria yang bakal mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin. Ketahuilah, ksatria itu adalah Shalahuddin al-Ayyubi.

Inilah harta pusaka kita dan inilah yang harus dipelajari oleh anak-anak kita.

Talkhis: Kitabush Shiyam min Syarhil Mumti’ karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin رحمه الله.
Di ambil dari Majmu’ah Thalibatul ‘ilmi
Alih bahasa: Syabab Forum Salafy

Thursday 9 July 2015

Hukum Isbal

Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar ibnu Rifai


مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ
“Sarung yang berada di bawah kedua mata kaki, ada di dalam neraka (kaki tersebut).”

Sarung, celana, jubah, atau yang semisal, biasanya dikenakan oleh kaum musbil hingga menutupi mata kaki. Kebiasaan yang perlu dikritisi secara tinjauan syariat Islam. Mengapa hal “remeh” semacam ini dibahas? Itulah kesempurnaan ajaran Islam. Cara berpakaian pun ada aturannya.


Takhrij Hadits


Hadits dengan lafadz di atas diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5450), an-Nasa’i (no. 5330), dan Ahmad (2/498), dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Seluruhnya dari riwayat Syu’bah, dari Sa’id al-Maqburi, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Hadits lain yang lafadznya senada cukup banyak, antara lain :

1. Hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma riwayat ath-Thabarani dalam al-Kabiir (3/138).

2. Hadits Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhu riwayat an-Nasa’i dan Ibnu Majah (no. 3572).

3. Hadits Aisyah x riwayat Ahmad (6/59, 254, 257).

4. Hadits Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu riwayat Ahmad dan lainnya. (ash- Shahihah, no. 2037) Isbal dan Musbil Isbal artinya menggunakan pakaian yang menutupi mata kaki, baik dalam bentuk sarung, celana, maupun jubah. Musbil adalah sebutan untuk orang yang melakukan isbal. Isbal telah menjadi pandangan sehari-hari dari kalangan kaum muslimin. Ada yang sama sekali tidak mengerti tentang keharamannya, ada yang sekadar mengikuti mode dan tren, juga ada yang tidak menaruh perhatian sedikit pun tentang hal ini. Sebenarnya, bagaimanakah hukum isbal itu? Hukuman apa yang diancamkan atas kaum musbil? Apakah hal ini termasuk masalah furu’—menurut kalangan tertentu—, sehingga tidak layak untuk diperdebatkan? Benarkah hal ini hanya masalah adat dan budaya orang Arab yang tidak berlaku di negeri kita, Indonesia? Adakah perbedaan antara musbil yang sombong dan musbil yang tidak sombong? Simaklah penjelasan ringkas berikut ini, barakallahu fikum.


Hukum Isbal


Isbal hukumnya haram, bahkan dapat dikategorikan sebagai kabair (dosa besar). Hukum ini berlandaskan pada keterangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim (no. 106) dan lainnya, “Ada tiga golongan manusia pada hari kiamat nanti. Allah Subhanahu wata’ala tidak berbicara kepada mereka, tidak memandang ke arah mereka, juga tidak menyucikan mereka. Untuk mereka azab yang pedih.” Kata-kata ini diulang sebanyak tiga kali oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sampai-sampai para sahabat bertanya, “Siapakah ketiga golongan tersebut, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,


الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ

“Orang musbil, orang yang selalu mengungkit-ungkit kebaikan, dan orang yang menjual barang dagangan dengan sumpah palsu.” (Fatwa al-Utsaimin, Nur ‘alad Darb)


Artinya, masalah isbal bukanlah masalah kecil. Tidak tepat juga jika masalah isbal dinilai sebagai masalah furu’. Anggapan sebagian kalangan bahwa masalah isbal hanyalah adat dan budaya orang Arab juga tidak benar. Ternyata, isbal termasuk dosa besar sesuai dengan sabda Nabi MuhammadShallallahu ‘alaihi wasallam. Hukum isbal hanya berlaku untuk kalangan laki-laki. Sebab, ada hukum tersendiri bagi kaum wanita. Kekhususan hukum ini untuk kaum laki-laki telah dinukilkan ijma’ ulama oleh Ibnu Raslan dalam Syarah Sunan. (Aunul Ma’bud, Syarah Sunan Abi Dawud)


Apakah Isbal Hanya Berlaku untuk Sarung?


Sesuai lafadz hadits di atas, seolaholah, zahirnya menunjukkan hukum isbal hanya berlaku untuk sarung saja. Benarkah demikian? Al-Imam al-Bukhari rahimahullah memberi judul bab untuk hadits di atas bab “Pakaian yang Berada di Bawah Mata Kaki Akan Masuk Neraka.” Kemudian al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan, ”Demikianlah, al-Bukhari rahimahullah menyebutkan secara mutlakdan tidak memberikan taqyid (pembatasan) dengan ‘sarung’ sebagaimana yang terdapat di dalam lafadz hadits. Ini adalah isyarat bahwa hukum isbal berlaku secara umum baik untuk sarung, jubah, maupun pakaian lainnya. Sepertinya, al-Bukhari rahimahullah mengisyaratkan pada lafadz hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Malik, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah; yang dinyatakan sahih oleh Abu Awanah dan Ibnu Hibban.” (Fathul Bari, Syarah Shahih al-Bukhari) Hukum isbal yang tidak hanya terbatas pada sarung juga dapat dipahami dari hadits-hadits lain tentang isbal yang disebutkan pada kajian kita ini.


Musbil Tanpa Disertai Sikap Sombong


Ada sekelompok orang yang kurang bisa menerima hukum isbal secara mutlak. Alasan mereka adalah sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 3665) dan Muslim (no. 2085) dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ مِنَ الْخُيَلَاءِ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa menyeret pakaiannya (melebihi mata kaki) karena sombong, Allah Subhanahu wata’ala tidak akan memandangnya pada hari kiamat nanti.”

Kata mereka, “Larangan isbal hanya berlaku untuk orang yang sombong saja! Jika tidak disertai sikap sombong, tidak mengapa.” Jika berdasarkan ilmu kita berbicara, bukan hawa nafsu; jika di atas sikap hormat kepada hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kita berhukum, tidak dengan menurutkan kesenangan hati; jika tidak mengambil sikap seenaknya kita sendiri, menerima satu hadits dan menolak hadits yang lain, walau tidak diakui secara lisan; tentu setiap hadits dapat diposisikan sebagaimana mestinya. Lihat dan teladanilah sikap para ulama. Mengenai hal ini, mereka merincinya menjadi dua masalah.


1. Musbil disertai sikap sombong

Orang semacam inilah yang dimaksud oleh hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu di atas. Orang seperti inilah yang diancam dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ada tiga golongan manusia pada hari kiamat nanti. Allah Subhanahu wata’ala tidak berbicara kepada mereka, tidak memandang ke arah mereka, dan tidak menyucikan mereka. Untuk mereka azab yang pedih.”

2. Musbil tanpa diikuti oleh sikap sombong

Orang semacam ini siksanya di bawah tingkatan siksa jenis orang pertama. Orang seperti inilah yang dimaksud dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas. Orang semacam inilah yang diancam dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sarung yang berada di bawah kedua mata kaki, adadi dalam neraka.” (Fatwa al-Utsaimin, Nur ‘alad Darb)

Pendapat para ulama di atas didukung oleh sebuah riwayat dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4093), an-Nasa’i (no. 9714—9717), Ibnu Majah (no. 3573), dan yang lain, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam ash-Shahihah (no. 2017). Di dalam riwayat tersebut, dua keadaan di atas disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam secara berbeda dalam satu konteks. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِي النَّارِ، مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ

“Pakaian yang berada di bawah mata kaki, ada di dalam neraka. Barang siapa menyeret pakaiannya (melebihi mata kaki) karena sombong, Allah Subhanahu wata’ala tidak akan memandangnya.”

Jadi, sabda Nabi, “Barang siapa menyeret pakaiannya (melebihi mata kaki) karena sombong, AllahSubhanahu wata’ala tidak akan memandangnya”, tidak berarti apabila isbal tidak disertai sikap sombong maka boleh. Bukan seperti itu hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dipahami! Hal lain yang perlu dicermati juga adalah Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu. Beliau adalah sahabat yang meriwayatkan hadits larangan isbal dengan disertai sikap sombong. Bagaimanakah praktik Abdullahbin Umar radhiyallahu ‘anhu dalam hal ini? Bukankah beliau lebih layak untuk diteladani dalammemahami hadits tersebut? Ternyata, Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma yang meriwayatkan hadits tentang larangan musbil dengan disertai sikap sombong, pada praktiknya menggunakan kain sarung di atas mata kaki, bahkan di pertengahan betis. Al-Imam Muslim rahimahullah (no. 2086)meriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau bercerita, “Aku pernah bertemu RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan kain sarungku turun. Lantas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menegur, ‘Wahai Abdullah, tinggikan kain sarungmu!’ Aku pun mengangkatnya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tetap mengatakan, ‘Naikkan lagi!’ Aku pun mengangkatnya lebih tinggi. Setelah itu, aku selalu menjaga kain sarungku dalam posisi seperti itu.” Ada yang bertanya, “Sampai batas mana?” Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma menjawab, “Sampai pertengahan betis.” Bagaimana dengan Atsar tentang Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu?Sekelompok kecil orang di atas ternyata masih berusaha mencari alasan dan pembenaran, walau sangat dipaksakan. Kata mereka, “Abu Bakr juga terkadang musbil dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan kepada beliau, ‘Sungguh, engkau tidak termasuk yang melakukan isbal dengan disertai sikap sombong’.” Mereka memahami, “Jadi, larangan itu hanya berlaku pada orang musbil yang bersikap sombong. Jika tidak, boleh-boleh saja!” Pembaca, semoga Allah Subhanahu wata’ala menjaga Anda, marilah kita mencermati hadits tentang Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu lebih dekat. Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu berkata,

إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِي يَسْتَرْخِي إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ إِنَّكَ لَسْتَ : ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلَاءَ

“Sungguh, salah satu bagian pakaianku selalu turun, namun aku selalu menjaganya agar tidak turun.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya engkau tidak termasuk yang melakukannya karena sikap sombong.” (HR. al- Bukhari no. 5447)

Ada beberapa hal yang harus dicermati tentang keadaan Abu Bakr di atas:

1. Tidak ada faktor kesengajaan isbal dari Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu.

2. Upaya Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu untuk selalu menaikkan kembali pakaiannya jika turun menutupi mata kaki.

3. Yang terkadang turun menutupi mata kaki Abu Bakr adalah salah satu sisi pakaiannya. Artinya, sisi pakaian yang lain berada di atas mata kaki.

4. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam merekomendasi Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu sebagai orang yang tidak sombong. Pertanyaannya, ”Apakah riwayat tentang Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu dapat disamakan dengan kaum musbil yang dengan sengaja telah melakukan isbal? Apakah mereka selalu berusaha menaikkan celana jika mulai menutupi mata kaki? Siapa yang merekomendasi mereka bebas dari sikap sombong?” Praktik Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan Para Sahabat Lihatlah praktik para sahabat dalam hal ini. Abu Ishaq bertutur, “Aku pernah melihat beberapa orang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka menggunakan sarung sampai di tengah betis, di antaranya Ibnu Umar, Zaid bin Arqam, Usamah bin Zaid, dan al-Bara’ bin ‘Azib .” (Majma’ az-Zawaid) Beberapa saat sebelum Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia, seorang pemuda datang menjenguk untuk mendoakan dan menghibur Umar radhiyallahu ‘anhu. Ketika pemuda itu mohon izin, Umar melihat pakaiannya menutupi mata kaki. Umar pun menegur, “Wahai anak saudaraku, angkatlah pakaianmu. Itu lebih bersih dan bisa menambah takwa kepada AllahSubhanahu wata’ala!” (HR. al-Bukhari no. 3424) Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhuma bercerita, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memegang otot betisku dan bersabda,

هَذَا مَوْضِعُ الْإِزَارِ، فَإِنْ أَبَيْتَ فَأَسْفَلُ، فَإِنْ أَبَيْتَ، فَلاَ حَقَّ لِلْإِزَارِ فِيْ الْكَعْبَيْنِ

‘Di sinilah letak sarung. Jika engkau tidak ingin, bisa di bawahnya sedikit. Jika engkau masih juga tidak ingin, tidak ada hak untuk sarung berada tepat pada mata kaki’.” (HR. at-Tirmidzi dalamSyamail Muhammadiyah dan dinyatakan sahih oleh al-Albani no. 99)

Sebagai penutup, marilah kita meresapi kata-kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di bawah ini. Ubaid bin Khalid al-Muharibi berkisah, “Saat aku berjalan di kota Madinah, tiba-tiba seseorang berkata dari belakangku, ‘Angkatlah pakaianmu! Sungguh, itu bisa menambah takwamu’.” Ternyata, orang tersebut adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Aku menjawab, “Wahai RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam, hanya sekadar burdah putih.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,

أَمَا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ؟

“Apakah engkau tidak ingin meneladani diriku?” Aku pun memerhatikan sarung beliau, ternyata sampai di pertengahan betis. (HR. at-Tirmidzi dalam Syamail Muhammadiyah dan dinyatakan sahiholeh al-Albani no. 97)

Sekarang, kita bisa menyampaikan kepada siapa saja yang bertanya tentang hukum isbal, “Apakah engkau tidak ingin meneladani diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggunakan pakaian di atas mata kaki, bahkan hingga di tengah betis.” Wallahu a’lam.



Sumber: Majalah Asy Syariah & http://forumsalafy.net/?p=6280

Keteladanan Sang Ulama

Salah seorang ulama masa kini yang dikenal ahli dalam fikih adalah asy-Syaikh Muhammad bin Shalih bin Muhammad bin Utsaimin al-Wuhaibi at-Tamimi, atau yang lebih dikenal dengan nama asy-Syaikh Ibnu Utsaimin atau asy-Syaikh Utsaimin. Darah ulama memang seakan sudah mengalir pada dirinya. Kakeknya, asy-Syaikh Abdurrahman bin Sulaiman Ali ad-Damigh rahimahullah, adalah ulama. Kepada kakeknya, Utsaimin kecil belajar al-Qur’an. Kemudian dia banyak belajar pada ulama-ulama yang lain hingga kepada guru utama beliau yang terkenal sebagai ulama tafsir, yakni asy- Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah.


Menginjak remaja, Utsaimin belajar kepada asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Kepada asy-Syaikh bin Baz, beliau banyak menimba ilmu hadits dan fikih. Kesabaran dan keuletan adalah salah satu sifat asy-Syaikh Utsaimin yang menonjol. Saat di Unaizah—tempat kelahiran beliau—, di awal dakwah, beliau hanya diikuti oleh beberapa murid. Namun dengan kesabaran, akhirnya dakwah beliau berkembang hingga memiliki ribuan murid. Kadang meskipun dalam keadaan kurang sehat, asy-Syaikh al-’Utsaimin tetap bersemangat untuk memberikan khutbah Jum’at di al-Jami’ al-Kabir, memimpin doa, dan menemui tamu-tamu untuk menjawab pertanyaan ataupun memberikan penjelasan. Semua ini memang kemauan dari beliau sendiri. Ketika diingatkan untuk istirahat, beliau menjawab, “Istirahat adalah dengan tetap memberikan pelayanan kepada umat.”


Suatu saat, ketika sedang melakukan rekaman untuk acara radio (Nur ‘ala Darb), asy-Syaikh al-Utsaimin tampak diserang rasa kantuk. Kesabaran, sifat toleran, dan semangat beliau untuk segala sesuatu yang di dalamnya terdapat manfaat untuk umat, demikian tampak. Beliau berusaha melawan rasa kantuknya dengan meminta berhenti sebentar dan meminta kabel mikrofon dipanjangkan sehingga beliau bisa menjawab pertanyaan sambil berdiri. Dengan mikrofon kecil yang bisa ditempelkan di baju dengan kabel yang lebih panjang, beliau melanjutkan menjawab pertanyaan sambil berjalan-jalan di sekitar ruangan untuk menghilangkan rasa kantuk. Ini dilakukan beliau sampai proses rekaman selesai.


Kebesaran jiwa dan kesabaran beliau tak pelak mengantarkan beliau menjadi ulama besar yang disegani. Beliau pernah ditawari oleh asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu asy-Syaikh (mufti pertama Kerajaan Arab Saudi) agar menduduki jabatan qadhi (hakim) tinggi, bahkan telah dikeluarkan surat pengangkatan sebagai ketua pengadilan agama di Ahsa, namun asy- Syaikh Utsaimin menolaknya secara halus. Tidak menjadi qadhi, beliau malah diberi amanah yang lebih besar, yakni anggota di Hai’ah Kibarul Ulama (semacam MUI) di Kerajaan Arab Saudi. Bukan semata-mata jabatan, setidaknya ini menjadi bukti akan kapasitas keilmuan beliau. Lebih-lebih, beliau mengiringi keilmuan itu dengan amaliah dan keteladanan.


Sebagai ulama yang teguh dalam memegang tauhid dan sunnah, membuat beliau sering menjadi “sasaran bidik” musuhmusuh dakwah tauhid dan sunnah. Berbagai celaan atau hujatan sering dialamatkan kepada beliau, terutama oleh mereka para pengusung kesyirikan dan pengusung dakwah fanatisme kelompok (partai). Fatwafatwa kontemporer beliau yang tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka, dimentahkan. Namun, keteguhan di atas hujah, mampu mementahkan kembali semua tuduhan dan fitnah itu. Umat pun insya Allah akan selalu merindukan sosoknya yang tak hanya sarat ilmu, tetapi juga mampu menerjemahkannya dalam keteladanan.




Sumber : Majalah Asy Syariah

Pentingnya Menjaga Waktu Dan Mengambil Pelajaran Dari Keadaan Dunia

Asy-Syaikh Al-Allaamah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله berkata:


”Sesungguhnya dunia ini semuanya akan berlalu. Sesungguhnya segala sesuatu yg ada di dalamnya merupakan pelajaran yg berharga. Jika engkau melihat matahari keluar di pagi hari, kemudian tenggelam di sore hari, lalu menghilang… Demikian juga wujudnya seorang insan di dunia.
Ia muncul kedunia kemudian akan sirna.


Jika kita melihat rembulan demikian pula, ia muncul di awal bulan dalam bentuk bulan sabit kecil, kemudian terus bertambah membesar. Maka jika telah sempurna, iapun mulai mengecil sampai kembali seperti sedia kala. Demikian juga kalau kita perhatikan bulan demi bulan. Engkau dapati seorang insan memandang kalau bulan depan masih lama datangnya. Misalnya ia mengatakan: Kita sekarang ada di bulan dua belas. Bulan ramadhan masih delapan bulan lagi, maka alangkah lamanya! Tiba-tiba ia telah melewati ramadhan dengan cepatnya. Tak terasa seolah-olah (kedatangan ramadhan) itu seperti waktu sesaat di siang hari.


Demikian juga umur, umur seorang insan. Engkau dapati ia memandang kamatian itu masih lama datangnya, ia masih memiliki angan-angan, tiba-tiba tali angan-angannya telah terputus. Maka sungguh telah terluput darinya segala sesuatu. Engkau dapati ia telah dipikul orang lain diatas keranda mayat, lalu iapun dikuburkan dalam tanah. Lalu ia berfikir : ”Kapan terjadinya keadaanku ini? Kapan saya sampai pada keadaan ini?”
Dan tiba-tiba ia telah sampai kepada (ajal)nya, seolah-olah tidaklah ia hidup di dunia ini kecuali baru sore tadi atau waktu dhuhanya.


Saya mengatakan ini agar bisa memotivasi saya sendiri dan saudara-saudaraku untuk bersegera memanfaatkan waktu, agar tidak menyia-nyiakan waktu, biarpun sedikit, kecuali dalam keadaan kita mengetahui perhitungan kita padanya. Apakah kita sudah mendekatkan diri kita kepada Allah dengan suatu ibadah? Dan ataukah kita tetap di tempat- tempat kita? Apa jadinya keadaan kita?
Wajib bagi kita bersegera melakukan perkara-perkara yang bermanfaat sebelum hilang kesempatan. Betapa dekatnya akhirat dari dunia. Dahulu Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu sering mempermisalkan (hal ini) dengan ucapan penyair :
”Setiap kita selalu berada didekat keluarganya, sementara kematian itu lebih dekat daripada tali sandalnya.”


Saya memohon kepada Allah untuk saya dan kalian husnul khatimah... Semoga Allah menjadikan urusan kita kelak lebih baik dari yg telah berlalu...
Semoga Allah menolong kita untuk bisa selalu mengingat-Nya, bersyukur padaNya dan memperbagus peribadatan kepadaNya...




Sumber: http://www.albaidha.net/vb/showthread.php?t=57530 dan http://forumsalafy.net/?p=11926

Monday 29 June 2015

Nasehat untuk pemuda Islam yang istiqamah di masa ini

Asy Syaikh Zaid bin Muhammad al Madkhaly حفظه الله


Pertanyaan:
Apa nasehat anda bagi para pemuda yang berpegang teguh dengan syariat Islam di masa sekarang ini? Buku-buku apa yang anda nasehatkan untuk membacanya? Dan adakah di sana jadwal yang anda sarankan terkait kondisi pengajarannya?


Jawaban:
Pertama: Pemuda yang berpegang teguh dengan syariat Allah sudah seharusnya memuji Allah ‘Azza wa Jalla atas limpahan taufik-Nya berpegang teguh dengan syariat Islam yang pokok utamanya adalah menegakkan berbagai kewajiban, menjauhi perkara-perkara yang diharamkan, dan berhenti di atas batasan-batasan yang telah Allah gariskan.


Kedua: Ia selalu butuh terhadap para ‘ulama, ‘ulama syar’i yang berjalan di atas manhaj salaf baik secara akidah (keyakinan) maupun syariat. Ia selalu butuh kepada mereka. Karena seorang ‘alim, dialah yang akan membimbing dan menjadi panutan bagi para pelajar. Dan ini merupakan sunnah salaf. Harus menuntut ilmu kepada para syaikh (ulama) supaya tidak menyendiri dengan dirinya sehingga menjadi jahil pada sebagian perkara atau mengetahuinya namun tidak sesuai dengan makna yang diinginkan. Dalam sebuah kata-kata hikmah, mereka mengatakan:


من دخل ف العلم وحده خرج وحده

“Barang siapa masuk ke dalam ilmu sendirian, niscaya ia akan keluar sendirian.”

Yaitu siapa saja masuk ke dalam ilmu (sendirian) tanpa seorang guru, maka ia akan keluar (sendirian) tanpa ilmu.


Ketiga: Kitab-kitab itu dipelajari secara bertahap sesuai dengan tingkatan sang penuntut ilmu. Ini pelajar yang baru, butuh kepada kitab-kitab yang ringkas di bidang-bidang syar’iyyah, bahasa, dan ilmu-ilmu alat. Ini pelajar mutawasith (menengah), butuh kepada berbagai bidang keilmuan. Dan penuntut ilmu yang kuat pengetahuannya, butuh naik tingkatan dari yang mukhtashar (ringkas) kepada yang muthawwalat (meluas) dan syarah (penjelasan-penhelasan). Demikian jalan dalam menuntut ilmu. Na’am.




Sumber : http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=134548#entry656318